Surat Untuk Stiletto Book
For
my dearest readers and Stiletto Books,
sebenernya, aku udah lama kenal sama Stiletto (http://www.stilettobook.com/) , maksudku kenal lama
karena tahun lalu aku jadi salah satu calon pemenang writing contest surat
untuk Stiletto, calon pemenang lho, hehehe. Tapi tahun lalu, its not my time,
jadi tahun ini aku kembali menyiapkan segala perabot untuk memenangkan kontes
ini.
Setelah kekalahan writing contest tahun lalu, aku mengirimkan
naskahku. Cuma modal nekat, tapi naskahku bagus banget lho buat dibakar. Setelah
menunggu penantian lama, aku bersemedi dan berdoa, semoga saja naskahku
diterima, waktu itu editornya adalah Mba Weka Swasti. Dia mengirimiku
atachement yang bikin hatiku terguncang. Diakhir surat, ada satu kalimat
motivasi yang membuat aku semakin terpacu menulis, “Keep on writing”.
Yaa, aku sendiri berkaca, naskahku Cuma bagus untuk dibakar, aku
juga takut naskahku yang itu diterbitin dan malah membuat para pembaca
kesurupan massal atau terkena diare.
Perasaan waktu itu campur aduk, ada sedih, seneng para pembaca
kelak ngga kena diare atau kesurupan massal, ada juga kecewa, ada rasa semangat
yang berkobar. Udah kaya konflik the
Marriage of Roller Coaster aja (lha?). tapi dari penolakan itulah, naskahku yang
kedua sedang kugarap, ceritanya terinspirasi dari Dear Friend With Love yang
weow binggo.
Aku masih simpen lho, surat balasan dari redaksi :’) mau kujadikan
bukti bahwa perjuanganku menjadi penulis itu ada dan nyata bukan angan-angan
belaka. Saat aku membaca attachement balasan dari redaksi waktu itu, aku
mengangguk angguk sambil meyakinkan diri agar tidak menangis di bawah shower
yang menyala.
Setelah penolakan naskahku itu, aku memata matai beberapa akun
twitter yang selalu muncul di timeline, salah satunya adalah Stiletto book, dikelola
oleh admin yang baik kalo ngasih tips writing, ramah, lucu, ngegemesin, and all
about she. Aku seneng bisa berinteraksi dengan akun itu, menambah wawasanku
dalam dunia literasi dan aku mendapat energy tambahan untuk terus maju
melangkah lalu lari sekencang mungkin karena aku kebelet pipis. Peace.
Back to topic,
Penolakan itu mengajarkanku bahwa, untuk menjadi seorang penulis,
bukan cuma tentang menulis, merangkai kata menjadi sebuah kalimat-> paragraf
-> buku, menulis juga tentang bagaimana menahan emosi, harus kuat tahan
banting. Bukan itu aja, surat itu bakal jadi kenangan terindah buatku, itu
surat penolakan pertamaku, dan harus jadi satu-satunya J.
Ditolak
itu bukan akhir, malah menurutku, ini awal yang baru untuk meneruskan semangat
menulis, meneruskan cita-cita untuk punya buka yang diterbitin penerbit mayor,
terutama penerbit Stiletto, tunggu naskahku lagi ya mbak hehehe. Siapa tau
naskahku yang inshaa allah aku ajukan ke Stiletto membuat mba Weka dan pimpinan
redaksi meleleh hatinya.
Dear Stiletto, koleksi merchandisenya bagus-bagus lhoo,
jarang-jarang ada penerbit yang kaya kamu, boleh ga tote bagnya dimurahin ;;,
terus shocking salenya juga selama tiga bulan penuh gitu ;;, ya ya ya? Hehehe. Jujur,
aku baru pertama nemuin publisher yang ngga Cuma nerbitin buku, engga cuma jualan
buku tapi juga menjual merchandise buat book lover, what a nice idea.
Hmm, terima kasih ya Stiletto, atas suntikan energy menulis lewat
surat penolakan itu, terima kasih juga motivasinya yang “Keep on writing” itu
lho, makasih juga udah bikin shocking sale yang sukses bikin aku ngiler. Sukses
juga ya book clubnya J thanks for colouring my life by your book.
Happy birthday, J. ;;
Arfina Tiara Dewi
@artfinaipin
arfina.tiara123@gmail.com
@artfinaipin
arfina.tiara123@gmail.com
Waduh. Kok naskahnya bagus buat dibakar? Hahahaha. Jangan gitu dong. Tetap semangat yaaah. Jadikan motivasi buat nulis lebih bagus lagi. Gituuuu :)))
BalasHapusTerima kasih ya suratnya :-*
Aku terus semangat kok, kan ada stilooo ;;;;;
BalasHapus