[Cerpen] Pertama dan Terakhir
“cepat packing Stefanny” ujar Lilia, teman 1
kontrakanku (aku malas mengakuinya, dia lebih mirip babysitter-ku). Hari ini aku (sendiri) akan pergi ke Lampung,
tempat bibiku tinggal, dia sedang dirawat di rumah sakit.
Aku termanggu
didepan lemari, bingung untuk memilih pakaian untuk dibawa kesana. Aku akan
menginap dirumah sakit dan mengurusi bibiku yang sedang sakit disana. Karena
dia yang membesarkanku sejak aku lahir...
“bengong lagi, nih
ya gue kasih tau. Lo bawa baju 5 pasang ya. 3 pasang baju biasa, dan 2 pasang
baju luar biasa” katanya, sambil memilih pakaian dilemariku.
“ah, gue berangkat
pakai baju ke kuliah biasa aja, ngga usah yang luar biasa, kaya mau kemana aja”
ujarku. See? Dia benar-benar babysitter-ku atau mungkin lebih bagus teensitter? Itu aneh.
“nanti lo naik bus
ke merak, habis itu naik kapal, kapal cepat aja biar cepet nyampenya. Terus,
naik bus lagi, kalo ngga ada naik ojeg atau angkot atau mungkin odong-odong
juga boleh” Lilia tersenyum, tentu bukan senyuman yang tulus, lebih ke ‘ngenyek’.
“iya mommy tercinteh” jawabku singkat sambil
tersenyum, walau Lili tau, bibirku tak mengizinkanku untuk tersenyum dalam
situasi seperti ini, mengertilah.
“tuh liat udah jam
11!! Perjalanan 3 jam sampe sana!! Belum mandi pula, packing aja belum, duh.” Ujarnya sembari beremosi, walaupun aku
yang berangkat, tapi dia yang selalu heboh. Sama saat aku pergi ke Sulawesi,
dialah yang paling heboh, padahal aku sendiri biasa-biasa aja. Dia mirip
seseorang yang biasa dikenal ‘ibu’ di film-film, aku bahkan belum pernah
merasakan diasuh oleh ke2 orang tuaku. Walaupun aku diasuh oleh bibiku yang
seorang ‘wanita karir’ dan sampai sekarang belum menikah.
Taulah gimana
rasanya, diasuh ‘wanita karir’
Trimakasih Bibi Rin.
“sebenernya yang mau
berangkat tuh siapa sih? Kok gue lebih rajin ya? Cepetan mandinya Stefanny Rin
Audrew !”
“sabar dong nenek
lampir!”
“gue Lilia! Bukan nenek lampir, ompong!”
“Lilia si Nenek Lampir Ompong”
Perang sudah dimulai....
Cuaca hari ini
benar-benar panas, lihat! Matahari itu terang sekali, sampai aku harus memakai
kacamata hitam milik Lilia, tenang aku sudah meminjamnya. Aku sudah berada
dikapal (telat 1 jam), kapal yang besar (kapal cepat terlalu cepat) sembari
menikmati indahnya Selat Sunda, ciptaan Tuhan tentunya.
“uwoooouu” ujarku
sambil merebahkan tangan, lalu menangkap tatapan seseorang.
Seorang lelaki
(tentunya bukan anak SMP) berwajah tampan dan manis, kulitnya yang putih,
senyumnya yang lebar dan matanya yang indah menatapku sambil tersenyum ramah,
baru kali ini aku dapat ditempat umum seperti ini, dan baru kali ini juga, aku
jatuh cinta pada pandangan pertama...
Aku balas tersenyum
kepadanya, ia menghampiriku. Tepat disampingku berdiri berpegangan pada pagar
pembatas kapal dengan laut.
“hai?” sapanya
ramah, aku merasa seperti melihat seorang malaikat.
“hai... juga” ujarku
sungkan, aku takut dia penipu, ini
ditempat umum dan aku baru mengenalnya, tapi aku langsung bilang seperti
melihat malaikat. Dia mengulurkan tangannya, oh aku tau “Stefanny...”
Drrtttt...drrrrtt
... ttttddrrrt...
“halo?” ujarku, aku
minta lelaki itu untuk menungguku.
“halo Stefanny! Ini
bibi...” bibi Rin sakit, tapi suaranya sehat. Hmm,aku tau. Dia seorang pemain
teater atau juga bisa disebut artis, jadi aku tau dia sedang berdrama agar
keponakannya ini tidak terlalu mengkhawatirkannya.
“sudahlah Bi, bibi
sedang sakit, jangan memainkan drama saat bibi sakit. Biarkan aku
mencemaskanmu” ujarku lalu disusul suara “tutt tutt”
Bibi Rin kehabisan
pulsa.
Aku kembali
keposisiku.
“Stefanny? Dari
mana?” tanyanya, aku sangat suka pada sorot matanya.
“oh, aku dari
Serang, Bibiku sedang sakit”
“kalau begitu kita
sama...” ujarnya “ayah sedang sakit juga” matanya menerawang, sepertinya beban
yang berat baginya.
“umm... semoga cepat
sembuh ya” aku memang baik, mendoakan orang yang tak aku kenal.
“kamu
sendiri?”tanyanya, aku mengangguk “apa kita ini berjodoh?”
Apa maksudnya?
“iya, kita punya
kesamaan” dia menjawab dengan pasti. Sepertinya pikiranku sedang disadap.
Apa hanya dengan
punya kesamaan bisa dibilang berjodoh? Tapi setiap sebelum berbicara, dia
berfikir dulu, terlihat dari jeda aku menjawab sampai dia bertanya lagi.
“sudahlah, lupakan.
Kamu mau ikut? Aku mengadakan tour mini keseliling kapal, kapal ini sangat
besar” tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Aku mengangguk. Aku
makin menyukainya.
Tour mini itu
berlangsung 2 jam, semenjak aku menginjakkan kaki dikapal ini, dan sampai kapal
ini bersandar. Masih ada waktu untuk mengobrol dengannya.
“hmm, baiklah.
Sepertinya pertemuan kita tidak berlangsung panjang ya, hanya 2 jam” ujar orang
itu. Aku sedih mendengarnya, tapi setidaknya aku akan berdoa agar bisa bertemu
dengannya lagi. Aku tidak mau, pertemuan singkat ini dan bisa sedekat ini
berakhir sampai disini.
“iya, waktu berjalan
cepat sekali” aku menahan perih, rasanya seperti sudah kenal 7 tahun lalu
ditinggal pergi “em, kalau begitu aku pergi duluan ya, tujuanku sudah sampai.
Bagaimana denganmu?”
“aku membawa
kendaraan, tapi sayangnya kita beda arah, seandainya sama, akan ku antar”
ujarnya, matanya menerawang.
Rasanya sedih harus
berpisah, apalagi aku jatuh cinta pada pandangan pertama.
“sampai jumpa”
ujarku sambil berjalan.
“selamat tinggal”
ujarnya juga sambil menuruni anak tangga.
Selamat tinggal? Apa
berarti dia tidak mau bertemu denganku lagi? Tapi sepertinya tidak. Dari gaya
bicara saat mengelilingi kapal dia sangat ingin bertemu lagi. Mungkin dia
pasrah, mungkin.
Aku menaiki mobil
bus, hanya naik 1 bus ini aku bisa langsung pergi kerumah sakit. Tidak usah
repot-repot naik kendaraan lagi. Saat dijalan aku hanya mendengarkan lagu dan
memandangi anugrah tuhan, mulai dari pegunungan, laut dan juga mobil ringsek...
apa?
Ya tuhan... aku baru
saja melihat mobil minibus tertabrak mobil truk, kasihan sekali minibus itu.
Aku jadi teringat orang yang tadi dikapal, aku bahkan lupa menanyakan namanya.
Dia bilang mobil yang dibawa adalah jazz, dan mobil ringsek yang aku maksud
tadi juga jazz... semoga dia baik-baik saja.
Hatiku gelisah
memikirkan ini, detak jangtungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya,
serasa punya firasat yang mendalam dengan orang yang baru aku kenal, apalagi
dia bilang ‘selamat tinggal’ membuat perasaanku makin kacau, terasa sangat
sakit dihati...
Saat orang-orang
mengevakuasi korban kecelakaan, bus yang kutumpangi berhenti karena insiden ini
menyebabkan kemacetan. Aku benar-benar melihat wajah orang pengendara jazz
itu... walau dari kejauhan... batinku mengatakan orang yang sedang digotong
oleh warga dan berlumuran darah disekujur tubuhnya... adalah orang yang kutemui
dikapal... orang yang aku bilang tampan dan membuatku jatuh cinta pada
pandangan pertama...
Sulit untukku
menahan tangis, walaupun kecil, air mataku sulit untuk dihentikan. Sampai orang
yang duduk disampingku bertanya-tanya. Mataku menerawang, baru aku lihat dia,
lalu berpisah selamanya. Untung saja aku tidak pingsan
saat melihat orang itu.
Seharusnya aku tak
mau diajak berkeliling dengannya jika aku tau akhir pertemuan ini...
Aku hanya bisa berdoa dia akan baik-baik saja
dan bisa bertemu denganku kelak, bersama kehangatannnya yang membuatku bahagia,
ingat, aku masih menangis...
Komentar
Posting Komentar