[Cerpen] 200%

200% 


[Parade Cerpen Bebas pada Penchake]


Aku melangkahkan kaki kiriku ke depan. Orang di depanku itu berhenti, aku langsung bersembunyi di balik tiang listrik di samping jalan, mungkin dia punya indera ke enam belas hingga tau dia di ikuti. Melihat itu aku terkikik sendiri.  Dengan sigap aku mengambil intax yang ada di tas punggung  yang kupakai. Dan ku potret dia saat menengok ke belakang.

Hasilnya sangat bagus, ditambah lighting yang cukup sempurna oleh matahari dan memang parasnya sangat mempesona, jadinya foto ini sangat perfect.

Buru-buru ku kibas-kibas foto tadi dan meniupnya agar cepat kering. Orang itu lanjut berjalan, tak menemukan aku si secret admirer-nya. Aku sedang mengelem foto tersebut dan kutempelkan di buku journalku, lalu menuliskan “Geri menengok ^^”

Setelah itu, aku mengejarnya sambil berlari kecil takut ketahuan, sambil meremas-remas origami hati yang dibuatnya tadi di kantin. Aku tak tau perasaan ini namanya cinta atau bukan, whatever, aku senang dengan perasaan ini.

Lalu, aku menemukannya juga, sedang menunggu bus di tepi jalan, dengan gugup aku berdiri di sampingnya, maksudku samping jalan seberang sambil mengamati wajah tampannya Geri.

“Ada apa?” tanyanya sambil mengok ke arahku yang sekarang berada di jarak 2 meter di sampingnya, ternyata kakiku membawaku ke sini tanpa kusadari.

Aku langsung menutup wajahku dengan rambut panjangku dan membuang muka, aku malu jika dia sampai melihat pipiku yang merona merah, jangan sampai.

Alih-alih tak mendengar, aku memasang headphone lalu menancapkn ke iPod shuffle, lalu berjoget saat mendengar alunan music nge-beat dari mental breakdown Cl, aku yang menggoyangkan kepala ke sana kemari menangkap mata Geri yang metapku. Kami saling tatap, dan rasanya lagu mental breakdown yang baru kusetel langsung berhenti.

Aduh mama sayang, kenapa aku harus bertemu dengan makhluk Tuhan seperti Geri? Dia langsung bergidik melihatku memasang tampang bloon, aku buru-buru memalingkan muka. Oh Tuhan.
Bus datang, Geri masuk dan akupun ikut masuk. Sambil berlari kecil aku mencari tempat duduk yang pas, Geri duduk di sebelak kiri bus dekat jendela, lalu aku duduk di sisi kanan belakang, supaya bias memotret wajah tampan Geri.

Sial, saatku memotret, intax-ku eror tiba-tiba, padahalkan objeknya tidak jelek. Aku langsung mencari smarthphone-ku dan menjepret, hasilnya sangat bagus walaupun tanpa efek secy lips ataupun sweet, hihihi.

“Hey, Raisa. Kau sedang apa? Lalu apa itu?” tanyanya membuatku langsung melihat arah telunjuknya, ah itu, burung dari origami yang sukses kubuat saat di kelas.

“Ini burung dari origami, ada apa?” aku berusaha menahan senyumanku, tapi apadaya, aku benar-benar bodoh dalam hal begini, jadilah aku sekarang tersipu.

Dia menyuruhku lempar dan akupun melemparnya. Entah kesetanan apa dia sekarang bertiarap sambil tertawa lepas, “Raisa? Sini”

Aku ikutan bertiarap di depan kursi bus, kami sekarang berhadapan dengan jarak 1,5 meter, dia memainkan burung-burungan itu dan menjalankannya ke arahku "Kau itu lucu, mengikutiku dari sekolah sampai ke sini, memangnya kau mau kemana?” dia menggerakkan burung-burungan itu seolah burung origami itu yang bertanya, senyumnyapun setia tersungging, manisnya,

Dia benar-benar punya indera ke enam belas, buktinya dia tau aku mengikutinya dari sekolah, sebenarnya bukan kali ini saja aku mengikutinya, sebulan yang lalu ak selalu mengirimi fotonya hasil jepretanku, dan kemarin aku sukses mengikutinya dari sekolah sampai rumah Geri.

“Aku, aku … aku mau pergi ke pantai …” jawabku akhirnya dengan gugup, semoga saja aku tidak terlihat bodoh di depannya, menjawab dengan gugup itu terlalu kode.

“Wah, kenapa tidak bersama? Kebetulan aku mau oergi ke pantai …”

Aku segera mencubit pipiku gemas, khawatir semua ini mimpi, tapi setelah di cubit ternyata menyakitkan, ini bukan mimpi, ini dunia sungguhan, yeay me!

Dia berdiri dan buspun berhenti, kami segera turun dari bus kenangan ini, setelah mendarat, aku mengambil intax-ku dan saat memotret ternyata bisa, dasar intax, kenapa saat tadi malah eror?
Aku menghela nafas, mengambil buku journalku dan mengolesi lem di foto tersebut lalu kutempel, saat ku ambil pulpen, pulpen itu melayang, tanpa banyak fikir aku langsung mengambilnya dan menuliskan “Romance Bus ^^”

“Romance bus?”

Aku segera menengok dan buru-buru menutup journal memalukanku, dia tertawa renyah saat menginti journal coklat yang kubeli saat pertama kali bertemu dengannya, berniat menuliskan semua perjalananku saat menjadi secret admirernya.

“Cepat, sunset-nya akan terlihat indah sebentar lagi” dia menarik tanganku sesat setelah aku membereskan journal, intax serta pulpen yang tadi dia beri.

Sepanjang perjalanan menuju pantai, bayangan Geri saat di bus terus melayang-layang di benakku, tak pernah aku bermimpi bias sedekat ini dengannya, bukannya ak takut bermimpi, hanya saja mimpi ini terlalu jauh untuk digapai, makanya aku selalu hati-hati.

“Raisa? Lihat! Sunset-nya indah sekali!” dia menunjuk ke arah matahari yang sedang tenggelam, aku hanya menikmatinya sambil berandai untuk bias selamanya di sini bersama dia. Semoga saja, mimpiku tidak akan tenggelam bersama matahari sekarang, aku ingin rasanya waktu berhenti.

Aku dan Geri duduk di podasi pinggir pantai, saling memandangi wajah, dia menatapku sambil tersnyum dan aku juga tidak bias tidak menatapnya penuh kagum dan suka, rasanya sangat di sayangkan “Kau menyukaiku?”

Sebisa mungkin aku menahan untuk tidak tersnyum, rasanya ombak bukan sedang menghantam karang, tapi menghantamku sekarang, entahlah, aku punya perasaan buruk sekarang, matahari sudah tenggelam sekarang, menyisakkan gradasi oranye sempurnya di langit yang berubah gelap, semoga aku tidak tenggelam bersama matahari.

“Jujur saja, tidak apa” aku meneguk ludah, dia menatapku seserius mungkin, aku hanya bias gigit bibirku sekeras-kerasnya.

“200% aku menyukaimu, maafkan aku …” aku menghela nafas lega setelah mengucapkan kata sesakral itu, sebelumnya aku tak pernah mengatakan suka seperti itu.

Dia menghembuskan nafas keras lalu menghadap kea rah kiblat, tepat setelah matahari pergi, tatapannya menerawang jauh ke sana, aku hanya menunduk tak tau harus apa.

“Maafkan, aku. Tetapi aku juga menyukai orang itu, 200% lebih dari rasamu”

Aku menahan sesak di dada, tak pernah ingin mimpiku tenggelam bersama matahari, beda dengan mimpiku, matahari besok akan dating lagi, tapi belum tentu dia member kesempatan untukku memilikinya, dia menunjuk gadis yang sedang berjalan kea rah sini sambil menenteng tas. Aku tidak mengenali gadis itu.

“Halo! Sudah lama menunggu ya? Maaf tadi aku masuk 2 kelas setelah pulang” dia tersenyum kepadaku dan juga Geri, aku tersnyum miris melihat gadis cantik, terang saja, mana mungkin Geri menyukaiku.

“Kami duluan ya, Raisa, maaf tidak bisa mengantarmu pulang …” aku mengangguk lalu menunduk, membiarkan mereka pergi bersama, jahat sekali pria itu.

Kini aku hanya menatap bintang bertaburan di langit, berharap aku bias menggapai Geri yang paling terang di angkasa, biarkan aku menggapainya sebentar lalu masanya berakhir.


Serang, 05 Mei 2014
Terinspirasi dari Akmu-200%



Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] Lost Novel by Eve Shi

[Review] Aishiteru

[Review] Koala Kumal